RSS

Arsip Kategori: Mutiara Kultum

PRISIP-PRINSIP HIDUP

*“Lakukanlah yang terbaik yang bisa anda lakukan, dengan segenap kemampuan, dengan cara apapun, di manapun, kapanpun, kepada siapapun, sampai Anda sudah tidak mampu lagi melakukannya”

 

*”Bukan titik yang menyebabkan cinta, melainkan tinta yang menyebabkan titik. Bukan cantik yang menyebabkan cinta, melainkan cintalah yang menyebabkan cantik”

 

*”Kemenangan kita yang paling besar bukanlah karena kita tidak pernah jatuh, melainkan karena kita bangkit setiap kali jatuh”

 

*”Kesejahteraan adalah gagasan, diperlukan langkah nyata untuk mewujudkannya. Kesejahteraan adalah tunas harapan, diperlukan optimisme untuk menumbuhkannya.Kesejahteraan adalah usaha, diperlukan keteguhan hati untuk mencapainya”

 

*”Berbeda tidak selalu lebih baik, namun yang terbaik selalu berbeda”

 

*”Saat orang lain diam kita sudah mulai berjalan. Saat orang lain jalan kita mulai berlari. Saat orang lain berlari, kita sudah sampai. Saat orang lain sampai, kita istirahat. Saat orang istirahat, kita sudah jalan lagi. One Step Ahead”

 

*”Ketika kita memandang permasalahan dan beban itu berasal dari diri kita, justru pada saat itu sebenarnya kitalah yang sedang bermasalah.”Sedangkan pepatah Cina mengatakan “Daripada mengutuki kegelapan lebih baik ambil sebatang lilin dan nyalakan”

 

*”Jika anda mempelajari metode-metode, anda akan terikat dengan metode-metode itu. Namun, jika anda mempelajari prinsip-prinsip, maka anda dapat merancang metode-metode sendiri”

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Basuhlah Cermin Hati Kita!

Terkadang secara tidak sadar, kita begitu sering memandang orang lain tanpa memandang diri sendiri terlebih dahulu. Sehingga apa yang tergambar dari hasil pandangan kita itu adalah cenderung kepada peremehan orang lain, menganggap orang lain begitu berbeda (baca: lebih buruk), bahkan berpikir seolah hanya orang-orang seperti kitalah yang berhak tinggal di dunia ini.

Setelah itu, tidak jarang keluar kata-kata yang juga meremehkan, mengecilkan, dari mulut ini sebagai kelanjutan dari pandangan awal yang sempit tadi. Dan ini, seringkali dilakukan tanpa sadar karena memang bermula dari dalam dada (hati) ini. Sungguh saudaraku, kita begitu lupa akan ingatan Allah bahwa belum tentu orang-orang yang kita anggap lebih buruk (baca:diolok-olok) lebih buruk, bahkan mungkin pada diri kitalah hakikat keburukan itu. Hanya saja, sekali lagi, kita begitu sering tidak bercermin. Atau mungkin cemin itu begitu buram dan berdebu karena terlalu lama tersimpan tanpa kita gunakan barang sebentarpun.

Saudaraku, jika mungkin tidak secara lisan kita menghinakan, mencaci, mengecilkan, atau menganggap remeh orang lain, bisa jadi kita juga melakukan semua hal itu dengan sikap, cibiran bibir, gerakkan badan, ekspresi wajah atau hanya sekedar menghinanya dalam hati. Betapa sering kita melemparkan uang kecil dari balik pagar tinggi rumah kepada para pengemis, atau bahkan lontaran kata “maaf” sambil berbalik dengan mulut menggerutu berharap pengemis itu tidak datang kembali di lain hari.

Sesekali dada ini membusung saat menghadapi atau berbicara dengan orang lain yang kita anggap dalam posisi tidak lebih baik, tidak lebih beruntung, tidak lebih pintar, tidak lebih tua. Bibir ini boleh jadi tetap mengembangkan senyum saat berbicara dengan orang-orang itu, tapi senyum itu tentu akan sangat menyakitkan bila mereka tahu bahwa hati ini sedang menghinakannya. Ketahuilah saudaraku, manusia yang terlalu sering dihinakan, dizhalimi lebih peka mata bathinnya sehingga mereka bisa dengan jelas membedakan mana keihklasan dan mana kepalsuan atau kemunafikan.

Mungkin kita merasa gerah, tidak betah bila harus berlama-lama dengan orang-orang yang pakaiannya tidak sebagus yang kita kenakan, orang-orang yang menu makannya jauh berbeda secara harga apalagi kandungan gizinya, dengan orang-orang yang tidak memiliki kendaraan seperti kepunyaan kita, tidak bekerja seperti kita yang karyawan, profesionalis, wanita karir, pengusaha, tidak berpenghasilan sebanyak yang kita dapat, tidak berpendidikan setinggi yang kita raih saat ini.

Sungguh juga saudaraku, cermin hati ini begitu kotor, sehingga memburamkan mata hati ini dari melihat keberadaan malaikat Allah diantara kita dengan orang-orang itu yang begitu dekat dan melekat. (Nu’man bin Muqrin) berkata: “Bahwasannya ada seorang laki-laki mencaci orang lain disisi Nabi Saw, kemudian orang yang dicaci mengatakan: “Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu.” Lalu Nabi Saw bersabda: “Ketahuilah bahwasannya ada malaikat di antara kamu berdua yang membelamu; setiap kali orang ini mencacimu. Malaikat itu berkata kepadanya: “Tetapi engkau, engkaulah yang lebih berhak terhadap cacian itu; dan jika engkau mengatakan: “Mudah-mudahan keselamatan tercurah atasmu”, maka malaikat itu berkata: “Tidak, tetapi engkau, engkaulah yang berhak terhadapnya.” ( HR. Ahmad)

Saudaraku, mari segera kita bersihkan cermin hati ini, basuhlah ia dengan memperbanyak mengagungkan kebesaran Allah, sehingga mengikis kesombongan yang sekian lama terhujam dalam hati ini. Tanamilah benih-benih kebajikan dan amal sholeh didasarnya, sehingga menumbuhkan bunga-bunga kesamaan dan penghormatan terhadap sesama serta siramilah selalu hingga ke akarnya dengan air kesyukuran, sehingga memupuk kerendahan hati ini. Wallahu a’lam bishshowaab

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Antara Mata dan Hati

        Mata adalah panglima hati. Hampir semua perasaan dan prilaku awalnya dipicu oleh pandangan mata. Bila dibiarkan mata memandang yg dibenci dan dilarang, maka pemiliknya berada di tepi jurang bahaya. Meskipun ia tidak sungguh” jatuh kedalam jurang (diambil dr nasehat Imam Ghazali)
Beliau juga memberi wasiat agar tidak menganggap ringan masalah pandangan, “Semua peristiwa peristiwa besar awalnya adalah mata, lihatlah api  besar yg awalnya berasal dari percikan api.”
Salafushalih mengatakan,” Banyak makanan haram yg bisa menghalagi orang melakukan sholat tahajut di malam hari, dan Banyak juga pandangan kepada yg haram sampai menghalanginya dari membaca Kitabullah.”

Saudaraku,
Semoga Allah memberi naugan barakah-Nya kepada saudaraku semua. Fitnah dan ujian tak pernah berhenti. Sangat mungkin, saudara kerap mendengar dan mengkaji masalah mata dan hati. Tapi belum tentu saudara termasuk dalam kelompok orang yang bisa memelihara mata. Padahal Imam Ghazali telah mengungkapkan,” Orang yg keliru menggunakan pandangan, berarti ia terancam bahaya besar karena mata adalah pintu paling luas yang bisa memberi banyak pengaruh pada hati.
Menurut Imam Ibnu Qahhim, mata adalah penuntun, sementara hati adalah pendorong dan pengikut. yg pertama, mata, memiliki kenikmatan pandangan. sedang yg kedua, hati, memiliki kenikmatan pencapaian. Dalam dunia nafsu keduanya adalah sekutu yg mesra. Jika terpuruk dalam kesulitan, maka masing-masing akan saling mencela dan mencerai.”
Simak juga dialog imajiner beliau dalam kitab Raudhatul Muhibbin: “Kata hati kepada mata, “kaulah yg telah menyeretku pada kebinasaan dan mengakibatkan penyesalan karena aku mengikutimu beberapa saat saja. Kau lemparkan kerlingan matamu ke taman dari kebun yg tak sehat. Kau salahi firman Allah, “Hendaklah mereka menahan pandangannya”. Memandang lawan jenis adalah panah beracun dari berbagi macam panah iblis. Barang siapa yg meninggalkan karena takut pd Allah, maka Allah akan memberi balasan iman padanya, yg akan didapati kelezatan dalam hatinya.” (HR. Ahmad)
Tapi mata berkata kepada hati,” Kau zalimi aku sejak awal hingga akhir. Kau kukuhkan dosaku lahir dan batin. padahal aku hanyalah utusanmu yg selalu taat dan mengikuti jalan yg engkau tunjukkan. Rasulullah bersabda,” sesungguhnya dalam tubuh itu ada segumpal darah. Jika ia baik, maka seluruh tubuh akan baik pula. Dan jika ia rusak, rusaklah seluruh tubuh. Ketahuilah segumpal darah itu adalah hati” (HR. Bukhari n muslim)

Saudaraku,
Memelihara pandangan mata dapat menjamin kebahagiaan seorang hamba di dunia dan akhirat, dapat memberi nuansa kedekatan seorang hamba kepada Allah, menahan pandangan mata dapat juga menguatkan hati dan membuat seseorang lebih merasa bahagia, dan juga dapat menghalagi pintu masuk syitan ke dalam hati.

Saudaraku,
Dalam sebuah riwayat dikisahkan, pada kiamat ada sekelompok orang yg membawa hasanat yg sangat banyak, bahkan Rosul meyebutnya, kebaikan itu bak sebuah gunung. tapi ternyata Allah swt menjadikan kebaikan itu tak berbobot, seperti debu yg berterbangan dan tak ada artinya. Rosul mengatakan, bahwa kondisi seperti itu adalah karena mereka adalah kelompok manusia yg melakukan kebaikan ketika berada bersama manusia yg lain. Tapi takala dalam keadaan sendiri dan tak ada manusia lain yang melihatnya, ia melanggar larangan Allah.(HR. Ibnu Majah)
Kesendirian, kesepian, kala tak ada orang yang melihat perbuatan salah, adalah ujian yang akan membuktikan kualitas iman. di sinilah peran mengendalikan mata dan kecondongan hati termasuk dalam situasi kesendirian, karena ia menjadi bagia dari suasana yg tak diketahui oleh orang lain, “Hendaklah engkau menyembah Allah selola-olah melihat-Nya. jika engkau tidak melihat-Nya maka yakinilah bahwa ia melihatmu.”

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Akhlak ialah Bunga Diri

Dalam sebuah syairnya Bilal mengatakan, Akhlak ialah bunga diri, Indah dilihat oleh mata, Senang dirasa oleh hati, Setiap orang jatuh hati….

Rasulullah mengatakan, “Orang–orang mukmin yang paling sempurna imannya adalah yang paling baik akhlaknya diantara kamu” (HR Tirmizi dari Abu Hurairah)

Kemajuan zaman dan modernisasi diselimuti kekosongan jiwa, kekerasan menjadi keterampilan. Lagu kita adalah kebohongan dan penindasan, sehingga kemesraan dan kebahagiaan hidup menjadi benda mahal yang sulit didapatkan.

Dalam buku membentuk karakter muslim, Anis Matta mengatakan, “Kita hidup dalam dunia yang gelap, dimana setiap orang meraba-raba namun tidak menemukan denyut nurani, tidak merasakan sentuhan kasih, tidak melihat sorot mata persahabatan yang tulus.

Dunia kita telah berubah menjadi hutan belantara, dimana bahasa global kita adalah kekuatan besi dan baja, bahasa bisnis kita adalah persaingan, bahasa politik kita adalah penipuan, bahasa sosial kita adalah pembunuhan, dan bahasa jiwa kita adalah kesepian dan keterasingan.

Kita adalah masyarakat sipil yang berwatak militer. Kita adalah masyarakat peradaban yang berbudaya primitif. Kita adalah manusia-manusia sepi di tengah keramaian. Kita adalah manusia-manusia merana ditengah kemelimpahan. Jika sikap mental tersebut telah tertanam kuat dalam hidup kita, berarti akhlak kita sedang dalam kondisi sekarat, karena akhlak, masih menurut Anis adalah nilai-nilai pemikiran yang telah menjadi sikap mental yang mengakar dalam jiwa, lalu tampak dalam bentuk tindakan-tindakan dan prilaku-prilaku yang bersifat tetap natural dan refleks.

Sakitnya fisik hanya kita yang akan merasakan, namun jika akhlak yang sakit, tidak saja diri, tapi masyarakat akan ikut merasakan dampak negatifnya. Jika kita hubungkan, maka tidak perlu heran krisis yang berkepanjangan ini bermula dari krisis akhlak yang melanda hampir sebagaian besar kita, yang telah lupa akan nilai-nilai kebenaran dan keadilan yang bersumber dari Ilahi.

Betapa indahnya senyum tulus tulus, dan kasih sayang. Betapa bahagianya jika sikap ramah dan tolong menolong menjadi kebiasaan. Hidup penuh makna dan berarti hanya akan kita temui jika kita dapat mensinergikan kekuatan kebaikan yang ada pada diri kita, bukan justru mengembangkan potensi buruk yang senantiasa dipelihara oleh nafsu syeitan yang mempunyai singasana dalam diri kita.

Akhlak terpuji, merupakan salah satu kunci keberhasilan, namun sayang, kenapa sulit sekali kita meraihnya, padahal ia adalah indikator sempurnanya iman kita, walahuaalam (elsandra)

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Ciri Manusia Kreatif 10

 Ada kebiasaan yang memperlambat berpikir, ada pula memperlancarnya. Roger
von Oech, lewat bukunya A Whack on Side of the Head, menjelaskan sepuluh
kebiasan manusia keratif. Coba cocokkan dengan diri Anda, berapa yang sudah
dimiliki dan mana lagi yang perlu ditingkatkan.

1. Suka mencari jawaban kedua
Anda jangan hanya punya satu solusi yang berati hanya punya satu pilihan.
Kreativitas meminta Anda menemukan jawaban kedua yang mungkin lebih tepat.

2. Suka berpikir lunak
Kreativitas adalah pengembangan hasil otak kiri yang bersikap keras terhadap
ide oleh otak kanan yang lunak yang mengabaikan batasan dan lunak terhadap
berbagai ide.

3. Suka menggugat aturan
Jika aturan telah membatasi pilihan maka Anda harus mencari tahu mengapa
suatu aturan dibuat. Mungkin alasan itu tidak relevan ada lagi. Mungkin
sekarang ada pemecahannya yang lebih efektif.

4. Suka mencoba kemustahilan
Jangan sekali pun pernah membuang ide sepintas yang kelihatan mustahil.
Merenungkan lagi ide yang muncul dapat memicu berbagai kemungkinan baru.

5. Toleran terhadap hal dilematis
Dalam kenyataan, sering ide kreatif lahir dari situasi dilematis atau
kepepet. Adalah jarang inovasi muncul dari pola pikir yang tunggal, linier
dan pasti.

6. Melihat kesalahan sebagai peluang
Ada orang yang suka mencari aman dan menghindari dari kemungkinan salah atau
gagal. Sesunggguhnya kesalahan justru menempatkan kita memperoleh hal yang
tak didapat bila melakukan dengan benar.

7. Suka humor dan santai
Memang ide kreatif muncul ketika terdesak situasi, tapi lebih banyak ide
brilian dan segar lahir dari suasana santai dan gembira. Saat kita santai
dan gembira pertahanan mental jadi longgar sehingga tidak pusing terhadap
aturan, hal mustahil maupun yang keliru.

8. Suka meninjau dunia luar
Orang yang sibuk melihat dunia dalamnya sendiri akan kehilangan banyak ide.
Meninjau dunia luar adalah wahana meraih ide baru untuk dunia dalam kita.

9. Berani berpikir beda
Umumnya orang berusaha menyesuaikan dengan budaya organisasinya. Padahal
tekanan organisasi bisa memasung kreativitas. Jadi, berani lah pro terhadap
hal yang tidak disetujui mayoritas walau tidak harus terlalu terbuka.

10. Terbuka terhadap gagasan baru
Orang yang mengaku bukan orang yang kreatif berarti telah memasung diri
sendiri. Ingatlah, bahwa ide akan berkembang bila kita memberinya ruang.
Baik dengan tambahan dari luar diri Anda atau tidak menekan ide yang telah
dipunyai

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Hati Yang Sehat

Saudaraku, ajaklah segera hati ini meninggalkan dunia ini dan berpindah ke akhirat, tempatkan hati ini diakhirat sehingga seakan kita adalah penduduk negeri akhir itu. Anggaplah kehadiran kita di dunia fana ini hanya sebagai orang asing, yang singgah sesaat sebelum kembali meneruskan perjalanan ke alam akhirat. Rasulullah manusia agung pun pernah mengingatkan kita bahwa; “Jadikanlah dirimu di dunia ini seakan-akan kamu orang asing atau orang yang sedang menyeberangi suatu jalan.” (HR. Bukhari)

Sadarilah saudaraku, semakin manusia mengejar dan menyibukkan diri dengan urusan dunia, itu pertanda semakin parah penyakit yang bersarang di hatinya. Ia memandang dunia seolah tempat hidup yang kekal dan abadi. Sungguh tidak demikian saudaraku, kita hanya singgah sesaat disini.

Saudaraku, jangan biarkan kita lupa atau melepaskan diri dari dzikrullah dan tilawah Al Qur’an atau bentuk ibadah lainnya. Sedetik saja kita meninggalkannya, tentu kita akan merasakan sakit yang teramat sangat melebihi rasa sakit saat kehilangan sebagian harta dan benda kesayangan kita.

Banyak orang-orang yang teramat rindunya dengan orang yang disayanginya, namun sudahkah kita merindukan kebersamaan kita dengan Allah, merindukan untuk mengabdi kepada Allah seperti rindu kepada orang yang disayang itu. Rindu seperti yang pernah digambarkan Yahya bin Mu’adz: “Barangsiapa merasa senang dan damai berkhidmat kepada Allah, maka segala sesuatu pun akan senang berkhidmat kepadanya, dan barangsiapa tentram pandangannya (mata batinnya) karena Allah, maka tentram pula yang lainnya ketika melihat orang seperti ini.”

Yang seperti ini saudaraku, tentu karena ia menjadikan Allah sebagai satu-satunya tujuan dalam hidupnya.

Saudaraku, ukurlah kesehatan hati kita saat menghadapkan diri ini kepada Allah dalam sholat. Pernahkah merasakan kenikmatan dan kesejukan jiwa yang begitu suci dalam setiap sholat kita sehingga menghilangkan segala gundah akan kenikmatan dunia yang serba semu. Jika jawabannya adalah Ya, maka berbahagialah.

Selain itu saudaraku, sudah seharusnya kita sadar bahwa waktu berlalu begitu singkat dan cepat, mereka tidak akan pernah kembali jika sudah terlewati. Maka, hargailah setiap waktu yang kita miliki dan tidak menyia-nyiakannya sehingga kita tidak tergolong orang-orang yang merugi.

Janganlah terputus dan malas akan mengingat Allah, utamakan kualitas amalan daripada kuantitasnya, ikhlaslah dalam beramal, ikutilah petunjuk syariat Rasulullah dalam berbuat (mutaaba’ah) serta ihsan dalam beribadah. Disamping itu, renungkan juga segala bentuk karunia yang Allah berikan, kaji ulang setiap ketidakmampuan kita dalam memenuhi hak-hak Allah.

Saudaraku, jika kita sudah merasakan dan melakukan semua hal diatas yang menandakan sehatnya hati ini, bolehlah kita tersenyum. Namun jika tidak, sebaiknya perbanyaklah menangis karena sungguh hati ini seperti membatu, segeralah benahi hati ini agar kembali sehat detik ini juga, sebelum detik berikutnya Izrail menghampiri kita tanpa tersenyum. Wallahu a’lam bishshowaab

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh pada Januari 20, 2012 inci Mutiara Kultum

 

Anak yang Menyanyi

Di bus kota, anak itu menyanyi. Seorang ibu yang memberinya uang, menegurnya. ”Bapak kamu mana? Seharusnya bukan kamu yang mencari uang, tapi bapak kamu. Bilang ke bapak kamu ya,” kata si ibu itu.

Tapi, tetap saja, anak itu menyanyi di bus kota setiap hari. Banyak anak menyanyi di bus kota. Tak hanya menyanyikan lagu anak-anak, tapi juga lagu bertema percintaan yang seharusnya dinyanyikan orang dewasa. Ada pula yang khusus menyanyikan lagu-lagu rohani non-Muslim. Selalu lagu rohani non-Muslim, setiap ia tampil. Anak lain juga ada yang selalu menyanyikan lagu rohani non-Muslim. Dan yang dinyanyikan, meski mereka bernyanyi di tempat yang berbeda, adalah lagu-lagu yang sama. Meski tak banyak yang memberi uang, sikap mereka juga sama; tetap tersenyum dan mengucapkan terima kasih. Seolah mereka mempunyai ‘guru menyanyi’ yang sama.

Di Bandung, bersama ‘orang tua’, anak-anak ‘hidup’ di sudut Jl Juanda. Siang hari mereka berlindung payung di trotoar, jika lampu merah menyala, mereka siap beraksi mengamen di sisi mobil-mobil yang berhenti. Di Jakarta, pemandangan serupa bisa kita lihat di banyak tempat. Ditunggui orang tua di tempat tertentu, anak-anak turun naik bus kota. sebelum menyanyi mereka menyebarkan amplop ke setiap penumpang. Amplop ditulisi permakluman bahwa mereka adalah anak yatim yang butuh tetap sekolah dan makan, karenanya memerlukan uluran tangan. Melihat tarikan pena lewat tulisan di amplop itu, bisa dipastikan bukan mereka yang menulis, melainkan ‘orang tua’.

Rupanya, cukuplah bagi para ‘orang tua’ itu bahwa setelah mereka hafal beberapa lagu yang diperoleh lewat bangku sekolah, tak perlu lagilah melanjutkan sekolah. Kalau ‘orang tua’ zaman dulu di kampung-kampung — dan kini pun masih ada– setelah anaknya sekadar bisa baca tulis, ya sudah, tak perlu lagi melanjutkan sekolah. Bagi ‘orang tua’ jenis ini, lebih baik segera meminta anaknya bekerja, karena bisa membantu keluangan keluarga.

Kalau mereka hidup di jalanan dengan benar, mereka akan mendapat banyak warna kehidupan yang penuh dengan kejujuran. Tapi, jika mereka di jalanan yang tidak benar, mereka akan semakin jauh tersesat. Seorang kawan memberitahukan, di jalanan ada prinsip kecerdasan jalanan, yang di dalamnya ada banyak hikmah kehidupan. Mereka yang hidup di jalanan yang benar, mereka menempatkan hati sebagai raja. Hatilah yang membimbing mereka untuk terbuka, jujur, berani, mempunyai belas kasih, dan sebagainya. Tapi jika hati tak menjadi raja bagi diri, maka anak yang hidup di jalanan akan jahat, tak jujur, berani untuk hal-hal negatif, hilang rasa belas kasihnya, dan sebagainya.

Pemahaman yang keliru tentang sesuatu bisa membuat orang menempatkan hati bukan sebagai raja diri. Maka, orang itu bisa mempunyaai agenda tersembunyi terhadap setiap hal yang ia lakukan. Dalihnya sih melakukan aksi kemanusiaan, tapi secara sembunyi-sembunyi ingin memurtadkan orang. tentu tak serta-merta saat itu, melainkan secara perlahan. Langkah pertama membuat orang yang ditolong tertarik, kemudian menaruh rasa percaya, lantas menyirami jiwa dengan nasihat kehidupan, baru kemudian memperkenalkan tuhan baru. Pertama orang dibuat percaya (believe) pada perkataan dan perbuatan, baru kemudian percaya (trust) pada diri.

Caranya, mengadakan aksi kemanusiaan di lokasi pengungsian yang belum disentuh relawan lain, lalu menyerahkan bantuan secara manusia –tidak dilempar dari udara, melainkan memanggil para pengungsi ke tenda dan dipersilakan duduk di kursi, diajak bicara, baru diberi bantuan. kalau di dalam bungkusan batuan itu ada simbol-simbol agama yang tak sesuai dengan agama orang yang ditolong, cukup dijawab dengan pernyataan ”tersalurkan secara tak sengaja.” Di Jakarta, para tokoh agama boleh menyejukkan suasana –karena itu memang bagian dari rtanggung jawabnya, di lapangan, aksi kemanusiaan dengan agenda tersembunyi perlu jalan terus. Hasilnya, mungkin baaru bisa dilihat 4-5 tahun ke depan. Itulah investasi kemanusiaan, yang kata mereka mendapat peluang cukup lebar ketika Aceh dilanda bencana, dan perlu terus ditingkatkan.

Sasaran yang paling mudah tentu anak-anak. Karena masih bisa dibentuk. Mereka tahu, banyak contoh sukses, ketika seorang guru mampu membuat manusia unggul, karena si guru itu mendidiknya –dengan pendekatan yang benar– ketika di manusia unggul itu masih anak-anak. Maka, bagi mereka, tak ada salahnya peduli pada anak-anak jalanan di Jakarta dengan memberi kesadaran baru tentang kehidupan, lewat nyanyian-nyanyian. Bagi mereka, biarkanlah anak-anak itu tetap di jalanan, karena mungkin sudah kadung kerasan di jalanan, asal selama mereka mengamen, yang dinyanyikan adalah lagu-lagu rohani non-Muslim. Nun di Aceh sana, anak-anak seusia mereka juga sedang diajari menyanyi lagi, agar bisa melupakan penderitaan akibat bencana tsunami yang telah memisahkan mereka dari dekapan keluarga.

Di sekolah-sekolah darurat, selain belajar yang sesungguhnya, mereka juga bermain dan bernyanyi. Saya cuma berharap, setelah anak-anak Aceh itu semakin bisa menyanyi, janganlah mereka dibawa keluar Aceh diminta turun-naik bus kota untuk mengamen atau malah dibujuk bernyanyi di gereja-gereja. Melainkan menyanyikan Hikayat Perang Sabil untuk anak-cucu mereka. proe12@republika.co.id

 
1 Komentar

Ditulis oleh pada Januari 19, 2012 inci Mutiara Kultum